Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Berbagai kesenian tradisional Betawi dapat berkembang dan digemari oleh masyarakat luas, bukan hanya masyarakat Betawi.
Berbagai kesenian tradisional Betawi dapat berkembang dan digemari oleh masyarakat luas, bukan hanya masyarakat Betawi.
Kesenian Betawi tersebut antara lain :
1. Lenong
2. Topeng Blantik.
3. Tari Topeng,
4. Ondel-ondel,
5. Tari Ronggeng Topeng
6. dan lain-lain
Seni suara dan seni musiknya adalah :
1. Sambrah,
2. Rebana,
3. Gambang kromong,
4. Tanjidor dan sejenisnya
bahkan wayangpun ada, wayang kulit Betawi mengunakan bahasa dialek Melayu Betawi.
Wayang Betawi
Wayang adalah salah satu khazanah budaya tanah air yang banyak ditemui di berbagai daerah, terutama di Jawa. Wayang yang amat dekat dengan masyarakatnya, kerap dimanfaatkan sebagai media penyebar berbagai informasi. Wayang, tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakatnya, ia mampu merubah bentuk dan tetap mendapat tempat, sekecil apapun itu
Jakarta, sebagai pusat negara, juga memiliki seni tradisional wayang. Orang banyak menyebutnya dengan wayang kulit Betawi. Jenis kesenian di Betawi ini, konon lahir ketika Sultan Agung dari Kerajaan Mataram menginjakkan kakinya di tataran Sunda Kelapa. Selain membawa pasukan, turut pula rombongan kesenian wayang kulit.
Ternyata tampilan wayang dari Mataram ini begitu memukau penduduk setempat, khususnya yang berdiam di kawasan Tambun, Bekasi. Kemudian muncullah satu bentuk baru dari wayang kulit Jawa, yaitu wayang yang berbahasa Melayu Betawi, Wayang Kulit Betawi.
Seperti halnya seni wayang lain, wayang kulit Betawi memilik tokoh sentral, seorang dalang.
Sebagaimana lazimnya, wayang kulit Betawi ini juga menggunakan kelir, yang disini disebut “kere”. Alat musik pengiringnya terdiri dari kendang, terompet, rebab, saron, keromong, kecrek, kempul dan gong. Yang tampak lain dalam wayang kulit Betawi adalah, masuknya unsur Sunda yang kental. Meski dialog dengan bahasa Betawi, namun musik pengiring hingga lantunan lagunya berasal dari tanah Pajajaran.
Sepintas, tak ada perbedaan yang berarti dengan wayang kulit lainnya. Hanya barangkali bentuk gapit atau pegangan wayang, pada wayang kulit Betawi tak dijumpai bahan tanduk, namun menggunakan rotan. Wayang kulit Betawi juga didominasi warna merah cerah.
Lakon yang sering dimainkan adalah carangan, cerita yang disusun sendiri oleh dalang dengan tokoh-tokoh dari cerita Mahabharata. Cerita lain khas Betawi adalah Bambang Sinar Matahari, Cepot Jadi Raja dan Barong Buta Sapujagat. Umumnya, cerita yang dimainkan sangat kontekstual dengan keadaan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, wayang kulit Betawi penampilannya lebih bebas, lebih demokratis. Logatnyapun akrab dengan masyarakat Betawi, dan dialog yang ditampilkan menggunakan bahas Indonesia pergaulan, mudah dipahami segala lapisan masyarakat dari berbagai suku.
Hanya saja, orang Betawi diyakini hanya menggemari cerita yang seru dan lucu, sehingga kedua lakon inilah yang kerap dikedepankan para dalangnya. Ada perang dan kaya banyolan.
Walau tampilannya begitu komunikatif, wayang kulit Betawi tak sepopuler wayang kulit Jawa. Selama ini, wayang kulit Betawi hanya dimainkan di daerah pinggiran, lokasi asal tumbuhnya wayang kulit Betawi. Sepanjang perjalanan riwayatnya, wayang kulit Betawi tampil dengan penuh kesederhanaan, sehingga boleh dibilang menepikan aspek estetika, moral dan falsafah.
Di balik kesederhanaan tampilannya, wayang kulit Betawi justru sebenarnya memiliki peluang untuk tumbuh. Ia memiliki kekuatan dalam penggunaan bahasa. Selama ini, bahasa kerap menjadi halangan untuk mengenal seni wayang. Pada wayang kulit Betawi, tidak. Ia justru kekuatan. Tinggal sang dalanglah yang mengemasnya menjadi sebuah tontonan memikat.
Lenong
Lenong sebagai tontonan, sudah dikenal sejak 1920-an. Almarhum Firman Muntaco, seniman Betawi terkenal, menyebutnya kelanjutan dari proses teaterisasi dan perkembangan musik Gambang Kromong. Jadi, Lenong adalah alunan Gambang Kromong yang ditambah unsur bodoran alias lawakan tanpa plot cerita.
Kemudian berkembang menjadi lakon-lakon berisi banyolan pendek, yang dirangkai dalam cerita tak berhubungan. Lantas menjadi pertunjukan semalam suntuk, dengan lakon panjang utuh, yang dipertunjukkan lewat ngamen keliling kampung. Selepas zaman penjajahan Belanda, lenong naik pangkat, karena mulai dipertunjukkan di panggung hajatan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung
Saat itu, dekornya masih sangat sederhana, berupa layar sekitar 3×5 meter bergambar gunung, sawah, hutan belantara dengan pepohonan besar, rumah-rumah kampung, laut dan perahu nelayan serta balairung istana dengan tiang-tiangnya yang besar. Alat penerangannya pun tradisional, berupa colen, obor tiga sumbu yang keluar dari ceret kaleng berisi minyak tanah. Sebelum meningkat jadi petromaks.
Walaupun terus menyesuaikan diri dengan maunya zaman, untuk terus survive, lenong harus berjuang keras. Dan ini tak mudah. Tahun 60′-an, masih dengan mengandalkan durasi pertunjukan semalam suntuk dan konsep dramaturgi sangat sederhana, lenong mulai kedodoran. “Rasanya, kami seperti berada di pinggir jurang,” cetus S.M Ardan, sastrawan dan sineas Betawi yang kini aktif di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta.
Sambrah
Tak berlebihan rasanya bila dikatakan, nasib kesenian tradisional Betawi kini tidak ubahnya pakaian pesta yang hanya dikenakan satu tahun sekali untuk memeriahkan pesta ulang tahun Jakarta. Di saat-saat lain, kesenian itu bagaikan terlupakan, sepi dari perhatian banyak orang.
Salah satu kesenian tradisional yang mengalami nasib demikian adalah Sambrah. Padahal, kesenian itu muncul dari kawasan yang akrab dikenal hampir semua warga Ibu Kota seperti Tanah Abang di Jakarta Pusat, tempat pasar tekstil terbesar Jakarta berada.
Sambrah, sebenarnya merupakan gabungan seni musik Betawi, Arab, dan India. Di abad ke-18, Tanah Abang yang sudah menjadi kawasan pusat perdagangan banyak dihuni oleh pedagang dari berbagai tempat, kebanyakan dari Betawi, Arab dan India. Mereka menggabungkan seni musik asal daerah masing-masing, yang kemudian menghasilkan apa yang kini dikenal sebagai Sambrah.
“Sudah adat orang Betawi, kalau malam terang bulan, berkumpul, bermain musik dan bernyanyi beramai-ramai. Itu dikenal sebagai acara bertukar pantun. Alat musiknya hanya gendang dan tamborin. Kemudian orang Arab datang membawa gambus, orang Melayu membawa biola dan orang India membawa harmonium. Jadilah Sambrah,” kata pemimpin kelompok seni Sambrah Betawi Rumpun Melayu, M. Ali Sabeni.
Gendang yang dipakai sebagai instrumen utama di musik dangdut adalah berasal dari tipe gendang di Sambrah. Begitu halnya, gitar gambus yang awalnya menjadi instrumen “wajib” di Sambrah malah ‘pulang-kandang’ ke jenis musik aslinya yang beraliran Timur-Tengah dengan lagu- lagu kebanyakan berbahasa Arab.
10 Makanan Khas Betawi
Buat Warga Jakarte yang belum tau makanan khas kotanya sendiri, ane kasih menu menu makanan khas betawi...
1. Asinan Betawi
Asinan betawi merupakan salah satu makanan khas betawi....
Asinan betawi ini berisi Taoge, wortel, mentimun, tahu, kerupuk mi, dan bumbu cuka, kombinasi yang pas untuk santapan di siang hari....
2. Ayam Sampyok
Ayam
Sampyok, hidangan mewah betawi kota dengan sentuhan cita rasa cina
yang menyelimuti daging empuk ayam. Perlu diketahui, dua layer proses
“pembumbuan” dilakukan untuk mendapatkan rasa lezat Ayam Sampyok ini.
Sehingga sedap hingga ke dalam ayam terasa terus hingga akhir santapan.
3. Bir Pletok
Bir pletok adalah salah satu minuman khas Betawi. Embel-embel bir pada minuman ini bukan berarti mengandung alkohol. Bir pletok justru merupakan minuman kebugaran dari rempah alami yang memiliki beragam khasiat. Salah satunya, bisa mengatasi masalah sulit tidur alias insomnia.
4. Dodol Betawi
Dodol yang legit ini sebenarnya tidak kalah pamornya dengan dodol Garut. Sayangnya tidak mudah menjumpai dodol Betawi di ibukota, hanya di kampung Dodol yang terletak bilangan kalibata saja. Kita akan mudah menjumpai dodol Betawi karena wilayah tersebut merupakan sentra produksi dan penjualan dodol Betawi.
5. Gado Gado Betawi
Gado-gado, makanan khas Betawi yang terkenal dengan kesegarannya. Namun, berbeda dari gado-gado biasanya, gado-gado lontong Bu Romlah terkenal dengan rasa pedasnya. Tak heran, jika sayuran yang ditaburi bumbu kacang racikannya populer dengan sebutan gado-gado mercon.
6. Kembang Goyang
Kembang
goyang mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan....atau
orang Cina Peranakan yang mengadopsi makanan ini menjadi makanan
mereka? TIdak tahu ya...yang jelas di Singapura, orang2 juga kenal
dengan kue kembang goyang ini.
7. Kerak Telor
Kerak
telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini
dibuat dari bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur
ayam atau telur bebek, ebi (udang kering) dan parutan kelapa yang
disangrai kering, serta bawang goreng, cabai merah, kencur, jahe,
merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya.
Cara
membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor
namun dimasak diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali
membalikkan wajan agar permukaan dari kerak telor tersebut juga
terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara api tetap
menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan.
8. Keredok
Keredok adalah makanan khas daerah Betawi, tepatnya Jakarta. Masakan ini sangat unik karena semua sayuran dalam keadaan segar, tanpa melalui proses pemasakan sehingga kandungan gizi dan seratnya sangat padat.
9. Ketoprak Betawi
Makanan
tradisional Betawi ini cukup banyak penggemarnya. Potongan lontong,
taburan tauge dan bihun yang dicampur dengan bumbu kacang yang mlekoh
cukup mengenyangkan untuk siang ini. Tak sulit untuk menemukan
ketoprak, karena hampir di setiap sudut kota Jakarta ada.
Menyebutkan nama ketoprak pasti semua orang mengetahuinya. Makanan tradisional ini cukup mudah ditemukan di Jakarta. Biasanya pedagang yang menjual ketoprak berkeliling dengan menggunakan gerobaknya. Tapi sekarang beberapa rumah makan pun menyediakan ketoprak sebagai salah satu menu mereka.
Menyebutkan nama ketoprak pasti semua orang mengetahuinya. Makanan tradisional ini cukup mudah ditemukan di Jakarta. Biasanya pedagang yang menjual ketoprak berkeliling dengan menggunakan gerobaknya. Tapi sekarang beberapa rumah makan pun menyediakan ketoprak sebagai salah satu menu mereka.
10. Kue Akar Kelape
PERNAH
mendengar kue akar kelapa? Kue tradisional khas masyarakat Betawi di
Bekasi ini biasanya ditemukan saat Idul Fitri atau Lebaran. Makanan ini
menjadi salah satu hidangan wajib disuguhkan saat hari raya itu.
Sebagian
orang Bekasi menyebutnya kue Procot. Dinamakan kue akar kelapa, karena
bentuknya mirip akar kelapa. Sedangkan disebut kue Procot, karena saat
digoreng adonannya diprocotkan atau dikeluarkan secara perlahan
menggunakan tabung yang sudah dilubangi bagian ujungnya.
Ondel-Ondel: Keindahan Manekin Raksasa Khas Betawi
Inilah salah satu atraksi budaya Betawi yang dapat Anda lihat di Jakarta. Ya, Ondel-Ondel merupakan pertunjukan khas masyarakat Betawi yang sering tampil dalam berbagai perayaan seperti pesta panen, penyambutan tamu, serta berbagai perayaan resmi lainnya. Arak-arakan atau menjadi penghias wajah ibu kota Jakarta.
Ondel-ondel adalah manekin raksasa yang
tingginya bisa mencapai sekitar 2,5 meter dengan lebarnya sekitar 3
kaki. Ondel-ondel ini mengenakan pakaian berwarna-warni dan riasan wajah
tebal, juga beragam ornamen di kepalanya. Berperan sebagai subjek
pengendali ondel-ondel adalah seorang pria yang berjalan dan menari
bersama musik khas Betawi.
Ondel-ondel dibuat secara tradisional
dari bilah-bilah bambu dan diberi pakaian dengan perhiasan layaknya
pengantin. Hampir semua bahan pembuatannya alami berasal dari sekitaran
kampung di Betawi. Termasuk juga pewarnanya merah, kuning, dan
warna-warna cerah lainnya dibuat dengan bahan alami. Bagian wajah
ondel-ondel berupa topeng atau kedok dengan rambut dibuat dari ijuk.
Salah satu tempat untuk Anda melihat pembuatan ondel-ondel khas Betawi
adalah di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.
Ondel-ondel ditampilkan berpasangan
laki-laki dan perempuan yang diibaratkan seperti suami istri.
Ondel-ondel laki-laki wajahnya dicat merah, diberi kumis melintang,
jenggot, alis tebal, cambang, dan kadang dibuatkan caling. Sementara
itu, ondel-ondel perempuan wajahnya dicat putih atau kuning, diberi rias
gincu, bulu mata lentik, dan alis lancip. Kadang-kadang dibuatkan tai
lalat. Kadang juga tampil ondel-ondel anak-anak. Ondel-ondel tersebut
memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak
cucunya. Oleh karena itu, Ondel-ondel dapat dikatakan sebagai danyang
desa.
Bahan pakaian ondel-ondel masing-masing
10 meter. Pakaian ondel-ondel laki-laki berwarna gelap dengan jenisnya
pakaian pangsi. Untuk perempuan dipilihkan warna cerah motif polos atau
kembang-kembang dengan jenisnya baju kurung.
Nyok kite nonton ondel-ondel, nyok kite ngarak ondel-ondel. Ondel-ondel ade anaknye anaknye nandak gel-igelan”. Itulah sepenggal lirik lagu “ Ondel-Ondel” yang terkenal dan sangat identik dengan keberadaan masyarakat Betawi.
Budaya manekin dengan iringan musik
seperti ondel-ondel ini sebagai lambang dewa-dewa penyelamat. Awalnya
permainan ini digunakan untuk pemujaan arwah nenek moyang atau tokoh
yang dihormati. Namun, saat ini ondel-ondel lebih berfungsi media
hiburan, seperti pada pesta panen, penyambutan tamu, atau pesta
khitanan. Manekin raksasa ini juga pernah dikenal di Jawa Barat dengan sebutan badawang, di Jawa Tengah disebut barongan buncis, dan di Bali lebih dikenal dengan nama barong landung.
Ondel-ondel
Betawi dibuat dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dan penyakit.
Ondel-ondel pun awalnya kental dengan sisi magis dimana penari
ondel-ondel harus memberikan sesajen berupa rokok, kopi, air kelapa,
atau pun telur ayam kampung sebagai sesaji kepada leluhur sebelum
memulai arak-arakan. Cara memberi minuman sesajen kepada ondel-ondel
adalah dengan menaruhkannya dalam kerangka tubuh ondel-ondel. Apabila
sesajen ini tidak dipenuhi maka ondel-ondel pun diyakini tidak akan
maksimal beraksi. Akan tetapi, saat ini masyarakat Betawi lebih
memanfaatkan ondel-ondel sebagai perangkat budaya untuk menyemarakkan
pesta atau untuk acara peresmian khusus. Setidaknya beragam kegiatan itu
telah berjasa mempertahankan tradisi unik ini di tengah deru modernitas
kota metropolitan.
Ondel-ondel tidak akan berjalan tanpa
iringan musik khas Betawi yaitu musik tehyan. Jenis musik tradisional
ini mendapatkan pengaruh dari China. Kadang-kadang, sekelompok orang
bermain tanjidor, yaitu alat musik yang berasal dari istilah Portugis
untuk sekelompok orang yang bermain musik, tangedores. Ada juga
ondel-ondel yang menggunakan musik gendang pencak Betawi, musik
ningnong, gambang kromong, dan rebana ketimprung.
Musik khas Betawi akan menyertai
ondel-ondel ketika mereka tampil dalam sebuah parade. Setiap kelompok
dari berbagai kampung di Betawi akan memainkan jenis musik yang berbeda,
tergantung pengaruh yang diresapinya. Oleh karena itu, ondel-ondel bisa
sangat beragam jenisnya. Beberapa hadir dengan tehyan, beberapa dengan
gambang kromong, sementara yang lainnya tampil dengan warna tanjidor.
Saat ini ada beberapa kelompok
ondel-ondel yang aktif melestarikan budaya yang cantik ini, yaitu
ondel-ondel pimpinan Gejen (Kampung Setu), ondel-ondel Beringin Sakti
pimpinan Yasin (Rawasari). Adapula ondel-ondel pimpinan Lamoh
(Kalideres) diiringi bende, ningnong dan rebana ketimpring.
Anda juga dapat melihat ondel-ondel dengan mengunjungi Dunia Fantasi.
Di sana dipamerkan beberapa pasang ondel-ondel dimana biasanya bersama
badut yang menghibur pengunjung. Dalam pementasannya ondel-ondel
tersebut diiringi alat musik berupa kendang, kenong dan terompet.
Musik Betawi lahir dari beragam budaya
sesuai lokasinya yang dekat dengan pelabuhan. Pengaruh China
mempengaruhi suara dan jenis musiknya. Pengaruh Portugis memainkan peran
dalam memberikan ansambel merdu. Pengaruh budaya Islam dari Timur
Tengah juga terlihat dalam irama dalam setiap elemen pertunjukan. Semua
itu berpadu bersama budaya lokal dan menjadikan musik tradisional Betawi
begitu khas melantunkan musik yang harmonis.
Betawi sendiri merupakan nama dari
sebuah kota sekaligus nama kelompok etnis. Sebelum VOC datang, kelompok
etnis Betawi lahir dari perkawinan multikultural seperti Jawa, Sunda, Arab, Cina, Bali, Bugis, Makassar, Melayu, dan Ambon.
Kata betawi berasal dari nama betavia
atau batavia, yaitu sebuah nama lama untuk Jakarta. Istilah batavia
berasal dari bahasa Belanda dan Jerman, yaitu Batavieren, adalah salah
satu suku nenek moyang orang Belanda yang bermigrasi ke Belanda
(Rijndelta) dari bagian barat Jerman. Suku ini tinggal di kota tembok
kuno di tepi Sungai Maas.
Semua gubernur VOC di Nusantara
menggunakan nama Batavia untuk kota pelabuhan ini, termasuk juga
pendirinya yaitu Jan Pietersz oon Coen. Ia sebenarnya ingin memberi nama
kota pelabuhan ini
sebagai Nieuw Hoorn dengan alasan karena ia lahir di Hoorn, Belanda
utara. Akan tetapi, karena harus mematuhi perintah pusat dari Kerajaan
Belanda maka ia menamainya Batavia.
Kota Batavia
sendiri saat itu bersifat tertutup. Tidak ada penduduk setempat yang
diizinkan tinggal di dalam kota karena dibatasi oleh benteng. Akan
tetapi, beberapa kelompok etnis seperti Coromandel (tentara bayaran
Jepang), orang Banda dan Banten (orang Sunda sebagai penduduk lokal Sunda Kelapa) pernah tinggal di dalam kota tersebut.
sumber : http://indonesia.travel/id/destination/474/jakarta/article/105/ondel-ondel-keindahan-manekin-raksasa-khas-betawi
Oke, sekian ulasan dari saya mengenai Betawi, budaya yang paling saya cintai walaupun saya sudah lama tidak tinggal di Jakarta huhhuhuu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar